BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sekolah sebagai organisasi dihuni oleh warga sekolah yang terdiri dari siswa, guru, tenaga kependidikan, orang tua murid serta stackholder yang tergabung dalam komite sekolah. Oleh sebab itu, sekolah sering juga disebut sebagai masyarakat mini, karena sekolah sebagai organisasi masyarakat terdiri dari multi etnis multi religi, multi budaya dan kebiasaan bahkan multi tujuan dan harapan. Di samping itu sering pula sekolah disebut sebagai organisasi yang menganut sistem sosial. Sistem sosial adalah satu kesatuan yang utuh yang terdiri daripada berbagai komponen yang ada dalam sesuatu organisasi yang saling terkait secara kuat dan saling mempengaruhi antara satu sama lain.
Sistem
adalah keteraturan interaksi dan saling bergantungan antara kelompok atau bagian atau
orang-orang secara keseluruhan dalam usaha untuk mencapai tujuan
yang sama. Dalam sistem dapat terjadi subsistem-subsistem yang membantu sistem
lebih kecil (subsistem) yang berfungsi
untuk memperkuat sistem yang lebih besar. Oleh karena itu, pandangan sistem sosial
melihat sesuatu yang ada dalam organisasi sebagai suatu kesatuan yang utuh
dan saling mempengaruhi antara satu subsistem dengan subsistem lainnya.
Oleh karena itu, apabila terdapat sesuatu subsistem yang tidak berfungsi akan
memberi pengaruh kepada subsistem yang lain. Akibatnya sistem organisasi
keseluruhannya akan pincang dan seterusnya gagal mencapai tujuan
yang diinginkan organisasi. Keutuhan sistem yang terdiri dari
subsistem-subsistem tersebut tidak dapat dipisahkan dalam konteks upaya
organisasi mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam pendekatan sistem setiap
komponen dalam organisasi mempunyai hubungan yang sistemik antara satu sama
lain. Hubungan yang sistemik ini menjadikan komponen-komponen organisasi
berpadu dalam suatu sistem kesatuan yang utuh yang saling mempengaruhi antara
satu sama lain, sehingga apabila terdapat satu komponen yang tidak berfungsi
secara optimal akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana komponen sistem dalam sistem sekolah?
2.
Bagaimana sekolah efektif dalam persektif sistem?
3.
Mengapa sekolah memerlukan masyarakat?
4.
Apa perlunya pengelolaan hubungan sekolah dalam
masyarakat?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui komponen sistem dalam sistem sekolah.
2.
Mengetahui sekolah efektif dalam persektif sistem.
3.
Mengetahui mengapa sekolah memerlukan masyarakat.
4.
Mengatahui perlunya pengelolaan hubungan sekolah dalam
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Komponen
Sistem dalam Sistem Sekolah
Seperti
diuraikan sebelumnya sekolah merupakan sistem sosial. Oleh sebab itu organisasi
pendidikan atau organisasi sekolah dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri
dari berbagai
subsistem seperti: guru, kurikulum, peralatan, sarana dan prasarana, serta
murid bahkan masyarakat dan orang tua
murid juga merupakan
subsistem yang turut mempengaruhi upaya sekolah dalam mencapai tujuan yang
dinginkan. Dari berbagai subsistem tersebut, apabila dikelompokkan maka
subsistem dalam sistem sekolah dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok
subsistem. Sekolah sebagai suatu sistem, secara universal memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
Input, Proses dan Output. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa sekolah sebagai sistem sosial memiliki komponen
yang saling bergantung antara satu dengan yang lainnya dalam membantu
berfungsinya sistem secara keseluruhan. Hal ini yang disebut sebagai sistem
sosial dengan pendekatan mikro yaitu sekolah sebagai sistem sosialnya
tersendiri karena di dalamnya terdapat unsur-unsur yang dapat juga disebut
sebagai masyarakat kecil dengan aturan dan norma sosialnya. Hoy (2013)
menyebutkan sekolah sebagai suatu sistem terbuka. Sebagai suatu sistem terbuka,
maka sekolah memiliki komponen atau key
properties yaitu: inputs (people,
materials, resources from the outside), transformation (the process
transforming inputs into something of value by sistem), outputs (the by product
of transformation), feedback (how system communicates to its parts and the
environment), boundaries (sistem are differentiated from their environments),
environment (is anything outside of equilibrium), homeostatis (a steady state
of equilibrium), entropy (the tendency for all system for run down and die) and
equifinality (the same end can be achieved many ways).
Sebagai sistem terbuka, sekolah
memiliki elemen-elemen penting seperti
berikut: sistem struktur organisasi, sistem individu, sistem budaya, sistem politik, sistem
kerja, lingkungan (masyarakat), output, dan umpan balik (Hoy, 2011).
Suatu organisasi untuk menjadi sehat,
terus hidup dan berkembang, perlu terbuka kepada kekuatan lingkungan luar, dan
terbuka pada setiap perubahan. Sebagai sistem terbuka, maka segala perubahan
yang berasal dari luar lingkungan sekolah akan selalu memberikan pengaruh yang
kuat kepada pengelolaan dalam penyelenggaraan sekolah. Untuk itu apabila kita menginginkan
sekolah bertanggung jawab dan berhasil dalam mengantisipasi berbagai perubahan
yang terjadi di lingkungan luar sekolah, diperlukan kompetensi kepala sekolah
yang baik, kepala sekolah yang kreatif dan inovatif, memiliki kepekaan terhadap
masalah dan perubahannya serta kepala sekolah yang profesional.
Sementara itu Hoy (2010) menyatakan
bahwa dalam perspektif sekolah sebagai sistem sosial, menjelaskan sekolah yang
efektif berawal dari kepimpinan yang dapat mengelola proses manajemen sekolah
(transformational process) atau lingkungan internal sekolah yang kondusif.
B.
Sekolah
Efektif dalam Perspektif Sistem
Dari berbagai kajian tentang sekolah efektif
menemukan bahwa sekolah efektif ditentukan oleh kepimpinan efektif. Oleh karena
itu, dikatakan bahwa tidak ada sekolah yang efektif tanpa kepala sekolah yang
efektif. Sekolah efektif diberbagai negara dan para pakar memiliki nama yang
berbeda. Di berbagai negara maju ada berbagai istilah tentang sekolah unggul
seperti sekolah yang baik (good schools) (Frymier et al., 1984), sekolah yang
maju (improved schools) seperti dikemukakan oleh Hargreaves & Hopkins
(1984), sekolah yang sukses (successful school) seperti dikemukakan oleh
Sergiovanni, (1987), sekolah efektif (effective schools) dikemukakan oleh (Mortimore,
1985; Sergiovanni, 1987), dan sekolah ekselin (cemerlang) (excellent schools)
dikemukakan oleh (Sergoivanni, 1987). Sekolah tergolong efektif atau tidak
efektif di lihat dari tiga sudut pandangan pendekatan. Ketiga pendekatan
tersebut adalah pendekatan tujuan, pendekatan proses/sistem (Hoy &
Ferguson, 1985) dan pendekatan respons lingkungan (Robbin, 1983), yang menambah
menjadi tiga pendekatan), yaitu pendekatan tujuan, pendekatan sistem/proses dan
pendekatan respons lingkungan.
Pendekatan tujuan bermaksud sekolah dikatakan efektif apabila mampu mencapai tujuan yang diinginkan. Tujuan ini
biasanya tergambar dari output sekolah (keputusan pemeriksaan). Sergiovanni
(1987) dan Scheerens (1992) secara tegas menyatakan bahwa sekolah dapat dikatakan
efektif apabila telah mencapai tujuan yang dilihat daripada prestasi
pemeriksaan sekolah. Hal ini juga dinyakatan oleh Hoy dan Furguson (1985),
Edmonds (1979), Brookover dan Lezotte (1979) yang menekankan bahwa sekolah
tidak akan dikatakan efektif atau berjaya apabila tidak berhasil mengajarkan
keterampilan dasar (basic skills) yang standar. Walaupun begitu pendekatan ini
tidak mampu mengukur dimensi kepuasan murid dan kepuasan guru dan masyarakat
terhadap lulusan. Hal ini juga diakui oleh Brandt (1982), Rowan, Dwyer dan
Bossett (1982) menyatakan bahwa mengukur keefektifan sekolah dengan hanya
semata-mata menggunakan pendekatan tujuan tidak akan dapat menggambarkan
keefektifan sekolah sebenarnya, karena hanya mengukur satu dimensi saja, dengan
hanya memerhatikan faktor murid tanpa memerhatikan faktor alat dan proses.
Pendekatan sistem/proses. Hoy dan
Ferguson (1985) menyatakan bahwa pendekatan ini mengukur pengaruh sekolah dari
aspek: efektivitas internal, keahlian dan keterampilan dalam penggunaan sumber
manusia yang dimiliki dan keberhasilan dalam mekanisme kerja. Ciri-ciri proses
yang menjadi ukuran tersebut yaitu: iklim sekolah (school climate), pola
pembuatan keputusan sekolah (decision making) dan semangat kerja guru
(Sergiovanni, 1987). Sementara Owens (1987) membagi proses dalam dua aspek
yaitu aspek dalam yaitu gaya kepemimpinan, proses komunikasi, sistem
penyeliaan, penilaian, sistem pembelajaran, kedisiplinan dan proses pembuatan
keputusan, sementara aspek luar mencakup situasi di mana sekolah berada dan
ciri-ciri masyarakat (budaya sosial, demografi, kekuatan politik dan kekayaan).
Pendekatan respons lingkungan.
Purcell dan Getts (1983) mengkaji tentang respons orang tua murid/masyarakat
terhadap informasi yang diberikan oleh sekolah. Sekolah yang mampu mendapat
respons yang positif daripada ibu bapa murid dan masyarakat disebut sebagai
sekolah yang efektif. Sementara Ekosusilo (2003) dalam kajiannya di sekolah
menengah atas mendapati bahwa sekolah unggul (sekolah efektif) memiliki ciri:
keunggulan, nilai prestasi dan persaingan, keberpengaruhan, kedisiplinan dan
kemandirian, kebanggaan (prestige), penghargaan dan toleransi, keadilan dan
kejujuran serta kemandirian dan kebebasan. Dari bebagai kajian tentang sekolah
efektif, didapati bahwa tidak ada sekolah efektif tanpa kepala sekolah yang
efektif. Sekolah yang efektif ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah yang
efektif karena berhasil atau gagalnya suatu sekolah adalah ditentukan oleh
kepimpinan kepala sekolah. Hampir tidak pernah kita melihat dalam kenyataannya
sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk dan sekolah yang
buruk biasanya dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk pula. Usman (2008)
menemukan bahwa naik turunnya kualitas sekolah sangat bergantung kepada
kualitas kepala sekolahnya.
Perilaku kepemimpinan kepala sekolah
tidak hanya dapat dipahami dari perilaku umum saja, seperti “visi” dan “misi”
saja, tetapi juga harus diidentifikasi pada tindakan-tindakan khusus (spesifik)
yaitu kegiatan yang inovatif dan kreatif kepala sekolah dalam melaksanakan
kepemimpinan-nya dan manajemen sekolah sehari-hari. Dengan perilaku seperti itu
diharapkan akan dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap prestasi akademik dan non akademik siswa dan sekolah secara keseluruhan.
Slamet (2000) menyatakan bahwa
organisasi sekolah sebagai suatu sistem terdiri daripada subsistem lainnya yang
saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lainnya, tidak terlepas dari
keterkaitannya dengan sistem-sistem kehidupan lainnya. Oleh karena itu, seorang
kepala sekolah dalam proses kepimpinannya di sekolah harus berdasarkan kepada
kemampuan berpikir, holistik dan parosialistik. Selain dengan pendapat di atas,
Robbins dan Alvy (2010) menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan kepala sekolah
sangat penting terhadap keberhasilan usaha sekolah dalam melakukan perubahan di
sekolah. Hal tersebutlah yang mengharuskan kepala sekolah pada masa depan “must
be attuned to the big picture, a sophisticated, conceptual thinker who
transforms the organization through people and team.”
Dari berbagai kajian teoretik tentang
sekolah sebagai sistem, menjelaskan
perspektif bahwa sekolah sebagai sistem sosial semua menekankan pada dua
hal pokok yaitu kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelola sekolah dan ke dua
adalah pentingnya faktor lingkungan yaitu orang tua murid dan atau masyarakat
lingkungan sekolah. Oleh karena itu, apabila kita berkeinginan untuk menjadikan
sekolah yang baik, efektif, ekselin dan berhasil dua faktor tersebut
(kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan beserta komponennya) harus menjadi
perhatian yang intensif dari semua komponen pendidikan, stakeholder dan
pemerintah dalam program-program pendidikan.
Tetapi apabila kita cermati dalam
kondisi emperik, nampaknya faktor masyarakat masih belum menjadi perhatian yang
intensif bahkan sering terabaikan bahkan mungkin dapat dikatakan di tinggalkan
dalam berbagai hal seperti kegiatan melibatkan masayarakat dan orang tua murid
dalam merumuskan kebijakan pendidikan dan kebijakan di sekolah. Kalaupun sudah
ada badan/institusi yang dibentuk untuk itu seperti halnya Dewan Pendidikan (di
tingkat Kabupaten) dan komite sekolah (di tingkat sekolah), tetapi masih
sebagai institusi yang terkadang terkesan sebagai institusi yang hanya
berfungsi untuk melegalkan keputusan sekolah, sebagai keputusan orang tua
murid. Akibatnya sering terjadi komplain dari masyarakat lebih-lebih terkait masalah
sumbangan.
Mengapa hal tersebut
masih terjadi kuncinya ada pada menajemen sekolah yang masih menganggap masyarakat
sebagai pelengkap saja bukan komponen pendidikan yang memberi pengaruh besar
terhadap mutu sekolah. Manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat masih belum
menjadi bagian penting dalam manajemen sekolah. Hal ini juga terkait dengan
kepala sekolah, khususnya terkait dengan kompetensi kepala sekolah dalam
manjemaen sekolah.
Manajemen hubungan
sekolah dengan masyarakat sebenarnya bukan hanya kompetensi yang dimiliki oleh
kepala sekolah, tetapi juga merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru.
Karena guru yang selalu berhadapan dengan murid-murid dan guru juga yang sering
berhadapan
dengan orang tua dalam menghadapi keluhan, curahan hati bahkan protes terhadap
kebijakan sekolah. Untuk itu dalam bagian pembahasan selanjutnya akan disajikan
apa dan bagaimana manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat yang dapat dan
harus dilakukan oleh kepala sekolah
dan juga dapat dilakukan oleh guru-guru baik sebagai guru kelas maupun
sebagai guru mata pelajaran.
C.
Mengapa
Pendidikan Memerlukan Masyarakat
Keberhasilan pendidikan tidak hanya
ditentukan oleh proses pendidikan di sekolah, pendidik, tersedianya sarana dan
prasarana, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan keluarga dan masyarakat.
Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah (sekolah),
keluarga dan masyarakat. Sebaik apapun kurikulum dirancang dan disampaikan oleh
seorang pendidikan kepada peserta didik, tetapi tidak diiringi dengan
keterlibatan semua pihak (keluarga, sekolah dan masyarakat) secara sinergis dan
terintegrasi, maka tujuan tidak akan dapat tercapai secara optimal.
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa
orang tua murid dan masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk berpartisipasi,
turut memikirkan dan memberikan bantuan dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah. Bahkan ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 (UU
Sisdiknas), pada Bab XV, pasal 54 ayat (1) bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran
serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan
organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan
pendidikan. Selanjutnya pada pasal yang sama juga ditegaskan bahwa keterlibatan
masyarakat dalam pendidikan khususnya penyelenggaraan sekolah dapat memerankan
dirisebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. Sumber artinya
masyarakat adalah sumber daya pendidikan, sebagai pelaksana masyarakat turut
menjadi pelaksana dalam membantu terselenggaranya pendidikan secara efektif dan
efesien sedangkan sebagai pengguna hasil pendidikan berarti masyarakat adalah
pelanggan pendidikan. Oleh sebab itu, masyarakat sangat berkepentingan dengan
mutu lulusan yang dihasilkan sekolah, karena merekalah yang nantinya
akan menggunakan lulusan. Lulusan yang bermutuakan memberikan keuntungan bagi
masyarakat, sementara mutu lulusan yang
rendah akan merugikan masyarakat dan bahkan akan menjadi beban bagi masyarakat.
Oleh karena itulah paradigma sekolah berbasis masyarakat merupakan suatu
keharusan, untuk itu maka karjasama yang harmonis dan keterlibatan masyarakat
dalam pendidikan menjadi suatu yang mutlak dilakukan oleh sekolah dan
masyarakat.
Dalam konteks manajemen berbasis
sekolah (MBS) paradigma yang dikembangkan adalah bahwa, salah satu cara yang
dianggap strategis menuju peningkatan mutu dan relevansi adalah demokratisasi,
partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan.
Kepala sekolah, tenaga pendidik, dan masyarakat adalah pelaku utama dan
terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Oleh sebab itu, sudah
semestinya segala keputusan tentang pengelolaan berbagai kegiatan dan persoalan
pendidikan pada tingkatan sekolah harus dihasilkan dari interaksi dari ketiga
pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang memiliki
kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah agar dapat menghasilkan
lulusan yang bermutu, karena mereka adalah pelanggan pendidikan sekaligus
sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Karena itu, sekolah seharusnya
bertanggung jawab terhadap pemenuhan harapan masyarakat akan lulusan
pendidikan.
Partisipasi yang tinggi dari orang
tua murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari
pengelolaan sekolah yang baik, artinya sejauhmana masyarakat dapat diberdayakan
dalam proses pendidikan di sekolah adalah indikator terhadap manajemen sekolah
yang bersangkutan. Pemberdayaan masyarakat dalam pendidikan ini merupakan
sesuatu yang esensial bagi penyelenggaraan sekolah yang baik (Kumars, 1989).
Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pendidikan di sekolah ini nampaknya
memberikan pengaruh yang besar bagi kemajuan sekolah, kualitas pelayanan
pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemajuan
dan prestasi belajar anak-anak di sekolah. Hal ini secara tegas dinyatakan oleh
Husen (1988) dalam penelitiannya bahwa siswa dapat belajar banyak karena
dirangsang oleh pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru dan akan berhasil
dengan baik berkat usaha orang tua mereka dalam memberikan dukungan.
Penelitian lain yang memperkuat apa
yang dikemukakan di atas dinyatakan oleh Brownell (1955) bahwa pengetahuan
masyarakat tentang program merupakan dasar tumbuhnya pengertian, dan pengertian
adalah dasar tumbuhnya apresiasi sedangkan apresiasi adalah dasar dari
tumbuhnya dukungan. Oleh sebab itu, orang tua/masyarakat yang tidak mendapatkan
penjelasan dan informasi dari sekolah tentang apa dan bagaimana mereka dapat
membantu sekolah (lebih-lebih di daerah perdesaan) akan cenderung tidak tahu
apa yang harus mereka lakukan, bagaimana mereka harus melakukan untuk membantu
sekolah. Hal tersebut sebagai akibat ketidakmengertian mereka.
Turner., Chandler dan Heffer (2009)
menyatakan bahwa perilaku orang tua dalam mendidik anak dapat mempengaruhi
motivasi berprestasi siswa, self efficacy dan prestasi belajar siswa. Artinya,
bagaimana bentuk pengasuhan orang tua di rumah merupakan faktor yang tidak
dapat diabaikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Beberapa
bentuk pengasuhan tersebut seperti orang tua otoriter, orang tua yang
permissive atau orang tua yang sangat demokratis merupakan bentuk perilaku
pengasuhan yang nantinya akan mempengaruhi kebiasaan anak, perilaku anak dan
akhirnya prestasi belajar anak.
Di negara-negara maju, sekolah memang
dikreasikan dan di dukung penuh oleh masyarakat bahkan masyarakat secara
individual turut terlibat dalam berbagai aktivitas sekolah untuk meningkatkan
mutu sekolah, sehingga mutu sekolah menjadi pusat perhatian mereka dan selalu
mereka upayakan untuk dipertahankan. Hal ini dapat terjadi karena mereka sudah
meyakini bahwa sekolah merupakan cara terbaik dan meyakinkan untuk membina
perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Mengingat keyakinan yang tinggi
akan kemampuan sekolah dalam pembentukan anak-anak mereka dalam membangun masa
depan yang baik tersebut membuat mereka berpartisipasi secara aktif dan optimal
mulai dalam perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan terhadap pengelolaan dan
penyelenggaraan sekolah. Nampak mereka selain merasa sebagai pemilik sekolah
juga sebagai penanggung jawab atas keberhasilan sekolah. Kondisi ini dapat
terjadi karena kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang bersangkutan.
Pentingnya keterlibatan orang
tua/masyarakat akan keberhasilan pendidikan ini telah dibuktikan kebenarannya
oleh Richard Wolf seperti dikutip oleh Husen, T. (1975) dalam penelitiannya
yang menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang sangat signifikan (0.80) antara
lingkungan keluarga dengan prestasi belajar. Penelitian lain di Indonesia juga
telah membuktikan hal yang sama. Penelitian yang senada juga dilakukan oleh
Suriansyah (1987) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat
signfikan(0.57) antara partisipasi orang tua murid dengan prestasi belajar
siswa. Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa semakin paham orang tua murid
tentangapa yang mereka lakukan untuk membantu anak-anaknya semakin tinggi
partisipasi dan dukungan mereka terhadap anak-anaknya.
Partisipasi yang tinggi tersebut
nampaknya belum terjadi di negara berkembang (termasuk Indonesia). Hoyneman dan
Loxley (Suriansyah, 2001) menyatakan bahwa di negara berkembang sebagian besar
keluarga belum dapat diharapkan untuk lebih banyak membantu dan mengarahkan
belajar murid, sehingga murid di negara berkembang sedikit waktu yang digunakan
dalam belajar. Hal ini disebabkan banyak masyarakat/orang tua murid belum paham
makna mendasar dari peran mereka terhadap pendidikan anak. Bahkan Made Pidarta
(Suriansyah, 2001) menyatakan di daerah perdesaan yang tingkat status sosial
ekonomi yang rendah, mereka hampir tidak menghiraukan lembaga pendidikan dan
mereka menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab pendidikan anaknya kepada sekolah.
Sejumlah penelitian yang dilakukan
para ahli telah menemukan pengaruh keterlibatan keluarga/orang tua murid mulai
dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah atas. Hendarson
dan Mapp (2002) telah mereview ratusan kajian dan menyimpulkan bahwa tingginya
kualitas keterlibatan keluarga dalam program pendidikan dapat meningkatkan dan
mendukung prestasi belajar siswa.
Moh. Nor dan Hussin (2013), secara
tegas menyatakan bahwa masyarakat mempunyai pengaruh besar terhadap prestasi
sekolah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pencapaian prestasi belajar anak bukan
saja bergantung pada prestasi sekolahnya tetapi juga banyak dipengaruhi oleh
cara hidup siswa yang bersangkutan. Sementara
Marope (1996) menyatakan anak yang mendapat dukungan kuat dari keluarganya menunjukkan prestasi yang
lebih baik dibandingkan dengan anak yang kurang mendapat dukungan keluarga.
Jauh sebelumnya Plowden (1967),
pernah menyatakan agar guru dan orang tua murid bekerjasama dalam mendidik
siswa. Dalam hal ini guru harus mengetahui latar belakang pelajar, sedangkan
orang tua murid perlu mendapatkan informasi tentang perkembangan anak-anak
mereka di sekolah. Hal ini menurut Karl, L. (2001) disebabkan guru, keluarga
(orang tua murid) dan masyarakat lingkungan sekolah sangat berpengaruh dalam
membentuk perkembangan akademik siswa.
Senada dengan pernyataan di atas,
Sander (2001) menyatakan bahwa keluarga dan institusi sekolah mempunyai
hubungan yang kuat dengan perkembangan siswa. Oleh sebab itu, orang tua murid dan
masyarakat perlu bekerjasama untuk meningkatkan prestasi belajar anak.
Kerjasama antara orang tua murid dengan masyarakat lingkungan sekolah akan
dapat meningkatkan pencapaian prestasi belajar anak. Untuk itu, maka sekolah
perlu melakukan berbagai upaya dan kegiatan secara aktif dan kreatif agar orang
tua murid dapat memahami apa yang dilaksanakan sekolah, memahami tujuan sekolah
dan program sekolah serta berbagai permasalahan yang dihadapi sekolah. Dengan
demikian orang tua murid dan masyarakat akan memberi dukungan kepada sekolah.
Kerjasama sekolah dan masyarakat dengan mengadakan berbagai aktivitas bersama
akan menumbuhkan perkembangan sosial, emosi, fisik dan intelektual anak.
D.
Perlunya
Pengelolaan Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Pendidikan khususnya di sekolah dalam
praktiknya memiliki keterbatasan dalam berbagai hal dan sumber, baik sumber
manusia maupun sumber non manusia seperti sarana dan prasarana. Oleh sebab itu,
perhatian kepala sekolah seharusnya berupaya untuk mengintegrasikan sumber-sumber
pendidikan dan memanfaatkannya secara optimal mungkin untuk kepentingan proses
pendidikan di sekolah. Dengan demikian semua sumber tersebut akan berpotensi
untuk memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan yang
berkualitas.
Salah satu sumber yang perlu dikelola
sekolah secara efektif dan efesien adalah lingkungan masyarakat atau orang tua
murid, termasuk stakeholder, baik secara kelompok maupun secara individual.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Mengapa manajemen pendidikan khususnya
manajemen sekolah perlu menangani masyarakat (perlu hubungan sekolah dengan
masyarakat), secara optimal baik orang tua murid, stakeholder, tokoh masyarakat
maupun institusi yang ada di lingkungan sekolah. Hal ini tidak terlepas dari
apa yang telah dibahas di bagian terdahulu bahwa sekolah sebagai sistem sosial
dan organisasi sosial.
Organisasi sekolah adalah organisasi
yang menganut sistem tebuka, sebagai sistem terbuka berarti lembaga pendidikan
mau tidak mau, disadari atau tidak disadari akan selalu terjadi kontak hubungan
dengan lingkungannya baik fisik maupun non fisik yang disebut sebagai supra
sistem. Kontak hubungan ini dibutuhkan untuk menjaga agar sistem atau lembaga
itu tidak mudah punah dan dapat terus menerus hidup sebagai organisasi. Suatu organisasi
yang mengisolasi diri, organisasi apapun dia termasuk sekolah sebagai
organisasi apabila tidak melakukan kontak dengan lingkungannya, maka dia lambat
laun akan mati secara alamiah (tidak dapat eksis), karena organisasi hanya akan
tumbuh dan berkembang apabila didukung dan dibutuhkan oleh serta dimiliki dan
dipelihara oleh lingkungannya. Hanya sistem terbuka yang memiliki kemampuan
untuk selalu berusaha mengantisipasi hal-hal yang memungkinkan dapat mengancam
terjadinya kepunahan. Ini berarti hidup matinya lembaga pendidikan akan sangat tergantung dan ditentukan oleh usaha
sekolah itu sendiri, dalam arti sejauh
mana dia mampu menjaga dan memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas atau
dia mau menjadi organisasi terbuka. Di samping itu juga diperlukan kemampuan
mencitrakan dirinya sebagai organisasi yang baik dan mampu mendidik generasi
muda yang berkualitas sehingga masyarakat memiliki kepercayaa dan keyakinan
terhadap sekolah dalam mendidik anak-anak menjadi berkualitas. Dalam kasus ini
kita dapat melihat di lapangan, banyak sekali sekolah-sekolah bahkan sekolah
swasta yang beridiri sejak lama tetapi tetap menjadi pilihan masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya di sana karena mereka yakin akan kemampuan sekolah.
Sebaliknya banyak kita saksikan sekolah bahkan juga sekolah negeri kesulitan
mencari siswa karena tidak mampu meyakinkan masyarakat akan kemampuannya
mendidik anak-anak berkualitas. Sehingga dalam kenyataan sering kita temui
sekolah yang tidak punya nama baik di masyarakat akhirnya akan mati. Hal ini
disebabkan karena sekolah itu tidak mampu membuat hubungan yang baik dan
harmonis dengan masyarakat pendukungnya. Dengan berbagai alasan masyarakat
tidak mau menyekolahkan anaknya di suatu sekolah yang akhirnya membuat sekolah
itu mati dengan sendirinya. Demikian pula sebaliknya sekolah yang bermutu akan
dicari bahkan masyarakat akan membayar dengan biaya mahal asalkan anaknya
diterima di sekolah tersebut. Adanya sekolah favorit dan tidak favorit ini
nampaknya sangat terkait dengan kemampuan kepala sekolah mengadakan pendekatan
dan hubungan dengan para pendukungnya di masyarakat serta pencitraan sekolah yang baik
kepada tokoh masyarakat, tokoh pengusaha, tokoh agama dan tokoh politik atau
tokoh pemerintahan (stakeholder).
Mitra pendidikan tidak hanya terdiri
dari guru dan siswa saja, tetapi juga para orang tua/masyarakat. Sekolah yang
telah berhasil membangun rasa kebersamaan di dalam lingkungan sekolah mereka
(sekolah yang kolaboratif dan komunikatif) nampak memiliki keberhasilan yang
besar dalam mengembangkan hubungan yang kuat dengan masyarakat dan
keluarga/orang tua murid di luar sekolah (Sanders & Harve, 2002). Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa kapasitas sekolah untuk berkolaborasi menjadi
bagian atau salah satu indicator profesionalisme kepala sekolah dan pendidik (guru) dalam pengelolaan sekolah
dengan menggunakan program berbasis
sekolah. Apabila hal ini dapat ditumbuh kembangkan di sekolah, maka kegiatan keterlibatan
dan meningkatkan keterlibatan masyarakat akan menjadi sesuatu yang biasa bukan
beban apalagi mengganggu kegiatan sekolah.
Hal tersebut menuntut profesionalisme
para kepala sekolah dan pendidik dalam menyelenggarakan kegiatan kemitraan,
kolaborasi dan atau kerjasama dalam berbagai bentuk. Tema-tema seperti strategi
kolaborasi dengan masyarakat, keluarga dan orang tua murid serta pemahaman yang
mendalam tentang apa dan bagaimana menggerakkan orang tua dan masyarakat untuk
terlibat dalam pengembangan sekolah dan progress akademik anak harus menjadi
bagian dalam pengembangan profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa
lembaga pendidikan bukanlah lembaga yang berdiri sendiri dalam membina
pertumbuhan dan perkembangan putraputra bangsa, melainkan ia merupakan suatu
bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat yang luas, dan bersama masyarakat
membangun dan meningkatkan segala upaya untuk memajukan sekolah. Hal ini akan
dapat dilakukan apabila masyarakat menyadari akan pentingnya peranan mereka
dalam lembaga pendidikan. Kondisi tersebut dapat tercipta apabila lembaga
pendidikan mau membuka diri dan menjelaskan kepada masyarakat tentang apa dan
bagaimana masyarakat dapat berperan dalam upaya membantu sekolah/lembaga
pendidikan memajukan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan.
Lembaga pendidikan pada hakikatnya
melaksanakan dan mempunyai fungsi ganda
terhadap masyarakat, yaitu memberi layanan dan sebagai agen pembaharuan bagi
masyarakat sekitarnya, yang oleh Stoop & Johnson (1967) dinyatakannya
sebagai fungsi layanan dan fungsi pemimpin (fungsi untuk memajukan masyarakat
melalui pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas).
Sebagai lembaga yang berfungsi
sebagai pembaharu terhadap masyarakat, maka sekolah mau tidak mau atau suka
tidak suka harus mengikutsertakan masyarakat dalam melaksanakan fungsi dan
peranannya agar pekerjaan dan tanggung jawab yang dipikul oleh sekolah akan
menjadi ringan. Hal ini sangat beralasan karena anak berada di sekolah hanya
kurang lebih 7 sampai dengan 8 jam. Sisanya mereka lebih banyak berada di rumah
dan di lingkungan masyarakat. Pada saat itu guru dan sekolah tidak memiliki
kemampuan lagi untuk terus-menerus melakukan kontrol terhadap kegiatan yang
dilakukan anak.
Setiap aktivitas pendidikan, apalagi
yang bersifat inovatif, seharusnya dikomunikasikan dengan masyarakat khususnya
orang tua siswa, agar mereka
sebagai salah satu penanggung jawab pendidikan mengerti mengapa aktivitas
tersebut harus dilakukan oleh sekolah dan pada sisi mana mereka dapat berperan
membantu sekolah dalam merealisasikan program inovatif tersebut. Dengan
demikian akan terjadi optimalisasi proses pendidikan anak,yang pada gilirannya
akan memberikan jaminan bagi pencapaian tujuan yang diinginkan bersama.
Sanders (2005) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang krusial untuk kegiatan pengelolaan dan perencanaan sampai
dengan kegiatan evaluasi hubungan kemitraan sekolah dengan masyarakat ini
adalah kepemimpinan kepala sekolah. Berbagai studi tentang keterlibatan
mencatat bahwa pentingnya efektivitas kepemimpinan kepala sekolah untuk
keberhasilan kolaborasi sekolah dengan masyarakat. Efektivitas kepemimpinan
kepala sekolah adalah sau hal yang mendukung pendidik dan tenaga kependidikan
dalam mengembangkan keterampilan profesionalnya sebagai kolaborator. Hal ini
menjadi syarat bagi perilaku kepala sekolah dalam menyiapkan guru untuk
merencanakan kemitraan serta tindakan kolaborasi dengan berbagai elemen
masyarakat (Sanders & Harvey, 2002).
Dengan hubungan yang harmonis
tersebut ada beberapa manfaat pelaksanaan hubungan sekolah dengan masyarakat
baik bagi sekolah maupun masyarakat itu sendiri, yaitu: Bagi Sekolah/lembaga
pendidikan:
1. Memperbesar
dorongan mawas diri, sebab seperti diketahui pada saat dengan berkembangnya
konsep pendidikan oleh masyarakat, untuk masyarakat dan dari masyarakat serta
mulai berkembangnya impelementasi manajemen berbasis sekolah, maka pengawasan
sekolah khususnya kualitas sekolah akan dilakukan baik secara langsung maupun
tidak langsung oleh masyarakat antara lain melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah.
2. Memudahkan/meringankan
beban sekolah dalam memperbaiki serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan
pendidikan di tingkat sekolah. Hal ini akan tercapai apabila sekolah
benar-benar mampu menjadikan masyarakat sebagai mitra dalam pengembangan dan
peningkatan sekolah. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
sekolah yang berkembang dan berkualitas baik apabila tidak mendapat dukungan
yang kuat dari masyarakat lingkungannya. Masyarakat akan mendukung sepenuhnya
serta membantunya apabila sekolah mampu menunjukkan kinerja yang berkualitas.
3. Memungkinkan
upaya peningkatan profesi mengajar guru. Melalui hubungan yang erat dengan
masyarakat, maka profesi guru akan semakin mudah untuk tumbuh dan berkembang.
Sebab pada dasarnya laboraturium terbaik bagi lembaga pendidikan seperti
sekolah adalah masyarakatnya sendiri. Demikian pula laboratorium profesi guru
yang profesional akan dibuktikan oleh masyarakatnya.
4. Opini
masyarakat tentang sekolah akan lebih positif/benar. Opini yang positif akan
sangat membantu sekolah dalam mewujudkan segala program dan rencana
pengembangan sekolah secara optimal, sebab opini yang baik merupakan modal
utama bagi sekolah untuk mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Bantuan
masyarakat hanya akan lahir apabila mereka memiliki opini dan persepsi yang
positif tentang sekolah. Karena itu keterbukaan, kebersamaan dan komitmen
bersama perlu ditumbuhkembangkan di lingkungan sekolah.
5. Masyarakat
akan ikut serta memberikan kontrol/koreksi terhadap sekolah, sehingga sekolah
akan lebih hati-hati.
6. Dukungan
moral masyarakat akan tumbuh terhadap sekolah
7. Memudahkan
mendapatkan bantuan material dari masyarakat
8. Memudahkan
penggunaan berbagai sumber belajar termasuk narasumber yang ada dalam
masyarakat.
Bagi Masyarakat, dengan adanya
hubungan yang harmonis antar sekolah dengan masyarakat maka:
1. Masyarakat/orang
tua murid akan mengerti tentang berbagai hal yang menyangkut penyelenggaraan
pendidikan di sekolah. Melalui informasi yang diberikan oleh sekolah kepada
masyarakat maka semua hal tentang sekolah akan dapat mereka pahami. Hal ini
akan mendorong mereka untuk lebih terlibat lagi dalam mendukung dan membantu
segala keperluan sekolah dalam
meningkatkan mutu.
2. Keinginan
dan harapan masyarakat terhadap sekolah akan lebih mudah disampaikan dan direalisasikan
oleh pihak sekolah. Melalui hubungan sekolah dengan masyarakat yang harmonis
akan dapat diperoleh informasi tentang anak dan tentang apa kebutuhan
masyarakat terhadap pendidikan anak-anaknya di sekolah. Dengan demikian sekolah
akan dapat menyesuaikan programnya dengan kebutuhan masyarakat.
3. Masyarakat akan memiliki kesempatan memberikan saran, usul maupun kritik untuk membantu sekolah menciptakan sekolah yang berkualitas. Dengan komunkasi yang intensif masyarakat memiliki kesempatan yang luas untuk memberikan usul maupun kritik terhadap program pendidikan di sekolah yang mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sebagai sistem terbuka, sekolah memiliki
elemen-elemen penting seperti sistem struktur organisasi, sistem individu,
sistem budaya, system politik, sistem kerja, lingkungan (masyarakat), output,
dan umpan balik. Maka segala
perubahan yang berasal dari luar lingkungan sekolah akan selalu memberikan
pengaruh yang kuat kepada pengelolaan dalam penyelenggaraan sekolah. Partisipasi yang tinggi dari orang tua
murid dalam pendidikan di sekolah merupakan salah satu ciri dari pengelolaan
sekolah yang baik. Sekolah tergolong
efektif atau tidak efektif di lihat dari tiga sudut pandangan pendekatan yakni pendekatan tujuan, pendekatan
proses/sistem. Dari bebagai
kajian tentang sekolah efektif, didapati bahwa tidak ada sekolah efektif tanpa
kepala sekolah yang efektif. Sudah semestinya segala keputusan tentang
pengelolaan berbagai kegiatan dan persoalan pendidikan pada tingkatan sekolah
harus dihasilkan dari interaksi dari ketiga pihak tersebut. Ada hubungan saling
menguntungkan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat, yaitu dalam bentuk
hubungan saling memberi, saling melengkapi dan saling menerima sebagai patner
yang memiliki kedudukan setara. Dengan demikian akan terjadi optimalisasi
proses pendidikan anak,yang pada gilirannya akan memberikan jaminan bagi
pencapaian tujuan yang diinginkan bersama.
3.2 Saran
Mengetahui lebih dalam materi tentang sekolah sebagai
sistem sosial tentu membutuhkan
beberapa sumber materi agar pengetahuan yang kita dapatkan lebih maksimal dan
mendalam. Materi ini sangatlah penting terutama untuk kita para calon guru di
Sekolah Dasar yang mungkin nanti akan menjalankan hubungan antara sekolah dan
masyarakat sehingga dengan materi kita akan mengetahui kondisi sosial
pada masyarakat dan lebih siap dalam
bertindak.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa. 2012. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset
Purwanto, Ngalim. 2012. Administrasi dan Suvervisi Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Rahmat, Abdul. 2016. Manajemen Humas Sekolah. Yogyakarta:
Media Akademi
Suyoto. 2016. Manajemen Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media
Suriansyah, Ahmad. 2015. Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat.
Jakarta: Rajawali Pers
0 Comments:
Post a Comment